Search This Blog

Friday, April 29, 2011

Sutra Biru "1


Aku baru saja mematikan komputer setelah full dua jam chattingdengan orang-orang penting yaitu klien-klienku. Obrolan awal dilayar internet tadi adalah ‘style’ bagi kami untuk membuat janji ketemu, menentukan waktu sekaligus tempatnya, serta hal-hal lain yang perlu dibicarakan di muka. Selain menjaga hubungan tetap lancar, bagi sebagian calon klien baru, chatting membuat kedekatan emosi mereka terhadapku semakin kuat.
Hari ini begitu melelahkanku. Walaupun aku sudah minum doping, ntah mengapa aku masih merasakan lelah teramat sangat. Padahal hari ini aku hanya bertemu dua wanita. Yang satu masih muda, mahasiswi. Yang satunya sudah setengah baya. Tapi menemani mereka berdua benar-benar membuatku lelah. Selain momen kami berdua, masih juga harus menemani mereka jalan-jalan keliling mall. Hah...begitulah. Aku harus bersabar hati dan tetap ceria buat mereka yang sudah royal membayar kehadiran dan pelayananku.
Kini...di dalam kamarku yang adem dan nyaman, kubaringkan badan yang lunglai ini. Damainya terasa di hati. Jam sudah menujukkan hampir jam dua. Menjelang pagi. Namun tak lama kemudian....
Lagu Advertising Space-nya Robbie William memecah keheningan kamarku yang berukuran 4x4 meter itu. Segera ku sambar HP ku di dekat bantal tidur. Sambil tiduran, menatap langit-langit kamar yang terkesan tenang dengan cat biru melapisi dinding kamar tersebut, aku menerima telepon yang baru saja berdering. Aku lihat dulu, siapa yang masih sudi menggangguku dimalam buta begini. Dengan mata ngantuk, kubuka locked HP ku. Ahhaa...aku sunggingkan senyum ku. Walaupun bicara melalui HP, tapi dianjurkan orang tersebut berbicara sambil tersenyum. Begitulah tips yang kubaca disebuah majalah ibukota tentang tatacara menelpon dengan baik karena senyum dapat memberikan energi positif dalam sikap dan cara kita berbicara, walau tidak langsung melihat orangnya.

Hhmmmm.....
Aku yang memang mempesona banyak kaum wanita siap-siap mengeluarkan jurusan andalanku: suara merdu dan penuh nada romantis, menjawab sang nyonya. Walaupun saat itu menjelang tengah malam dan aku mulai merasa lelah.
Ya, betul sekali. Tante tahu saja. Pasti suka gosip ya?”
Ah kamu. Sudah lupa kali sama saya. Saya sudah tidak sabar ingin ketemu kamu lagi. Lha, kemarin kita chat berdua, wah saya dilupain nih?”
Oh, ini pasti tante Marsha. Besok kita ketemu di tempat biasa ya? Rodena Palace?,” itu tempat favorit kami berjumpa, namun aku segera menutup mulutku karena aku sudah mulai mengantuk berat. Hhhuuuaaaaahhhh...bisnis satu ini tidak mengenal waktu, gerutuku dalam hati.
Setengah jam percakapan yang akrab terjalin diantara kami berdua. Setelah itu, aku langsung tertidur. Zzzzzz....aku terlelap. Namun baru 15 menit terlelap, Robbie William, ringtone HP ku, menggangguku lagi. Kali ini bukan dari mami girang yang haus kasih sayang menelponku di tengah malam, melainkan dari sobat kentalku, Heidi Puspita.
Gadis tomboy ini menggangguku malam-malam begini?
Sutra, wake up!” suara Heidi terdengar lantang bak kerontang kaleng kosong dihening malam seperti ini.
Heidi, kamu gila ya? Makanya stop jadi reporter! Emangnya ada perang apa? Malam-malam gini ngalahin Vivi Aleida Yahya saja.”
Vivi itu penyiar sebuah stasiun TV berita terkenal di negeri ini. Orangnya cantik, suaranya berat. Walau aku jarang menonton berita, namun setiap mendengar berita di TV tersebut, kok selalu tepat ketika mba Vivi yang sedang membacakan berita. Sampai aku ingat namanya.
Liputan malam baru saja selesai!” sahutku penuh emosi. Ingin rasanya kuadukan ia ke redakturnya biar dipecat saja reporternya yang satu ini. Aku sering jadi korbannya. Aku pikir, ketika tidurpun ia sedang merencanakan topik liputan apa yang bakal dia bawakan kesokan harinya. Sudah pasti. Ga pagi atau malam buta, bisa-bisa dia menelponku untuk sekedar menanyakan apakah idenya tentang suatu topik layak atau tidak untuk disiarkan. Hah? Memangnya dia bayar aku berapa untuk konsultasinya yang datang pas kalongpun sedang terbang mencari mangsa, alias tengah malam buta. Huuhh...dipecat saja wartawan satu ini!

Tapi aku tidak tega membiarkan handphoneku berdering terus, yang ku tahu itu dari dia. Akhirnya ku jawablah dengan suaraku yang serak mengantuk ini. 
** Bersambung part 2 **

(This story was once sent for Sayembara Cerbung Femina, 2009)

No comments: